Eldipama Kesambamula, M.Pd
Dosen Bahasa
Indonesia, Univ.Islam Kuantan Singingi
KONTRIBUSI
SASTRA TERHADAP KEPRIBADIAN ANAK
Sebagian dari masyarakat tidak
terlalu memikirkan tentang pentingnya sastra terhadap perkembangan kepribadian
anak. Sebagai orang tua yang selalu mendampingi anaknya, akan selalu berusaha
agar anaknya menjadi manusia yang dapat memberikan kebanggaan. Harapan itu
sudah pasti direncanakan oleh setiap orang tua dengan selalu mendampingi
anaknya dalam berbagai kegiatan yang positif. Namun, tahukah anda bahwa ada
beberapa cara yang dahulu pernah diterapkan oleh orang yang lebih dahulu dari
kita tentang peran sastra terhadap perkembangan kepribadian anak, yaitu
bercerita sebelum tidur.
Sastra tidak bisa dipisahkan dari
aspek kehidupan manusia termasuk terhadap perkembangan kepribadian anak. Orang
tua harus mengetahui beberapa kontribusi
sastra terhadap perkembangan kepribadian anak yang dilihat dari aspek personal
dan pendidikan.
1. Aspek Personal
a. Perkembangan Emosional
Setiap
individu manusia dipastikan terlahir memiliki perasaan emosional, baik itu
perasaan sedih, perasaan gembira, perasaan karena jatuh cinta, perasaan kecewa,
dan perasaan lainnya yang bersumber dari keadaan manusia itu sendiri.
Ketika
cerita-cerita klasik yang pernah diperdengarkan oleh orang tua terhadap anaknya
sebelum tidur, maka di sana secara langsung dan tidak langsung akan memberikan
informasi terhadap anak tentang tokoh protagonis (baik) dan antagonis (buruk).
Perasaan yang senang terhadap tokoh protagonis akan tumbuh bahkan anak tidak
malu-malu untuk menjadikannya sebagai tokoh favorit atau idamannya. Sebaliknya,
tokoh antagonis sudah pasti akan dibenci oleh anak karena sifatnya selalu
berlawan dengan kebaikan.
b. Perkembangan Intelektual
Menurut
Djohar (dalam Nurgiyantoro, 2010:38) mengungkapkan bahwa anak-anak sekolah
dasar yang diajarkan seni ternyata juga berdampak pada kemampuan siswa dalam
bidang IPA, Matematikan, dan Bahasa. Kemampuan anak yang juga diajarkan seni
dalam tiga bidang tersebut lebih tinggi daripada kemampuan anak yang tidak
diajarkan seni.
Berdasarkan
temuan tersebut, maka kita pasti sepakat bahwa seni memang dapat berdampak baik
terhadap perkembangan kepribadian anak. Perkembengan intelektual juga dapat
dirangsang melalui sastra atau seni, karena setiap alur seni atau cerita yang
disampaikan akan selalu menimbulkan pertanyaan bagi anak, mengapa tokoh itu
jahat?, mengapa tokoh lainnya menjadi korban?, dan pertanyaan-pertanyaan
lainnya. Sehingga, secara langsung dan tidak langsung anak akan berpikir dalam
memilih tokoh yang seharusnya memberi dampak positif dan bernilai kebaikan
serta menjauhi tokoh-tokoh yang seharusnya tidak boleh dijadikan panutan.
c. Perkembangan Imajinasi
Sesuatu
yang tidak dapat dilihat dan hanya berada dalam pikiran memang sama dengan
istilah imajinasi. Hal ini juga terdapat dalam karya sastra atau seni, tanpa
imajinasi sudah dipastikan seni tidak akan dilahirkan. Sastra yang disampaikan
kepada anak akan memberikan gambaran tentang bagaimana keadaan dunia yang
diceritakan, bagaimana kecantikan bidadari yang berada di surga, bahkan seperti
apa alam semesta atau galaksi yang begitu luas dalam cerita. Berimajinasi
berarti membayangkan tentang apa-apa yang terjadi di dalam cerita, anak akan
merasakan kisah petualangan yang tegambar dalam cerita tersebut.
Mengajak
anak untuk berimajinasi akan menggali tingkat kecerdasan anak bahkan mangajak
anak bagaimana agar berpikir produktif. Sehingga, perlu digarisbawahi bahwa
orang tua harus mampu menjadi fasilitator yang baik dengan memberikan
cerita-cerita yang sesuai dengan kemauan anak.
d. Pertumbuhan Rasa Sosial
Perasaan
sosial salah satu hal yang harus tumbuh
dalam diri seorang anak, karena sudah menjadi kebutuhan bagi setiap manusia
bahwa sesungguhnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan bisa hidup
tanpa bantuan dari manusia yang lainnya.
Sebagai
sumber untuk memupuk rasa persaudaraan dan saling berhubungan dengan manusia
lainnya, sastra juga sangat berkontribusi dalam hal bersosialisasi antara
manusia satu dengan manusia yang lainnya. Menurut Nurgiyantoro (2010:40)
mengatakan kesadaran bahwa orang hidup mesti dalam kebersamaan, rasa tertarik
masuk dalam kelompok, sudah mulai terbentuk ketika anak-anak berusia 3-5 tahun,
dan kesadaran bahwa ada orang lain di luar dirinya bahkan sudah ada sebelumnya.
Lebih lanjut, Nurgiyantoro (2010:40) juga menjelaskan bahwa bacaan cerita
sastra yang “mengeksploitasi” kehidupan bersosial secara baik akan mampu
menjadikannya sebagai contoh bertingkah laku sosial kepada anak sebagaimana
aturan yang berlaku.
e. Pertumbuhan Rasa Etis dan
Religius
Melalui contoh sikap dan perilaku
yang ditampil oleh tokoh-tokoh yang ada dalam sastra atau cerita, juga sangat
berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak. Sikap dan perilaku baik dan
buruk bukan hanya ditampilkan oleh orang dewasa yang ada lingkungannya, tapi
juga bisa ditampilkan melalui sastra. Menurut Nurgiyantoro (2010:42) mengatakan
bahwa nilai-nilai sosial, moral, etika, dan religious perlu ditanamkan kepada
anak sejak dini secara efektif lewat sikap dan perilaku hidup keseharian. Hal
itu tidak saja dapat dicontohkan oleh orang dewasa di lingkungan anak,
melainkan juga lewat bacaan cerita sastra yang juga menampilkan sikap dan
perilaku tokoh.
2.
Nilai
Pendidikan
Sastra tidak dapat dipisahkan dengan
penemuan-penemuan baru yang digambarkan dalam cerita. Sastra juga mampu
memberikan wawasan yang luas terhadap perkembangan daya imajinasi anak.
Sehingga, kesempatan bagi setiap orang tua agar tetap meluangkan waktu demi
tumbuh kembangnya seorang anak kea rah yang lebih baik. Sebagaimana dikemukakan
pada penjelasan sebelumnya, bahwa sastra mampu menampilkan imajinasi yang
sangat baik terhadap perkembangan otak seorang anak, sehingga dapat merasakan
pengalaman-pengalaman baru yang menegangkan dan menyenangkan sebagaimana yang
diperankan oleh tokoh-tokoh yang ada dalam alur cerita.
b. Perkembangan Bahasa
Jauh sebelum manusia dilahirkan dan
masih dalam kandungan seorang ibu, kita pasti sering mendengar bahwa orang tua
wajib mendengarkan bacaan-bacaan kitab suci Al-quraan dengan bahasa yang indah,
hal itu dilakukan agar anak yang dilahirkan menjadi anak yang shaleh dan
bertaqwa kepada Allah Swt. Begitu juga dengan sastra, nyanyian-nyanyian yang
diperdengarkan oleh orang tua terhadap anaknya yang masih dalam kandungan juga
mampu mempengaruhi perkembangan otak khususnya bahasa. Dengan begitu, anak
sudah mengenal identitas suara ibunya, bukankan hal itu sangat menyenangkan
bagi setiap orang tua? Karena anak sudah mengenal suara ibunya sebelum ia dilahirkan.
Sebagai media yang digunakan untuk
menyampaikan informasi kepada orang lain, maka sastra tidak dapat dipisahkan
dari bahasa yang digunakan sebagai perantara dalam bercerita. Sastra juga dapat
mendukung kekayaan kosa kata seorang anak, hal itu ditentukan oleh pemilihan
judul cerita atau kesesuaian antara umur dengan cerita yang dipilih oleh orang
tua. Menurut Nurgiyantoro (2010:43) bacaan sastra untuk anak yang baik di
antaranya adalah yang tingkat kesulitan berbahasanya masih dalam jangkauan anak,
tetapi bahasa yang terlalu sederhana untuk usia tertentu, baik kosakata maupun
struktur kalimat, justru kurang meningkatkan kekayaan bahasa anak.
Oleh karena itu, kembali lagi kepada
peran orang tua yang harus selektif dalam memilih cerita-cerita yang akan
disajikan kepada anak-anaknya, karena pemilihan topik sangat menentukan
terhadap perkembangan bahasa anak tersebut.
c. Pengembangan Nilai Keindahan
Sebuah karya sastra
tidak dapat dipisahkan dari unsur estetika atau keindahan, baik itu puisi,
cerpen, novel, dan drama sama-sama mengandung unsur keindahan terlebih lagi
dari segi penggunaan bahasa. Penikmat sastra bukan hanya sekedar menikmati karya
sastra yang disajikan, akan tetapi merasakan keindahan yang terkandung dalam
karya sastra itu sendiri khususnya berkaitan dengan penggunaan bahasa.
Menggunakan bahasa yang indah dapat
kita temui pada puisi dengan intonasi dan nada yang menjadi ciri khas dari
sastra lisan tersebut mampu menarik perhatian pendengar dan para penikmat
sastra. Begitu juga dengan karya sastra lainnya seperti cerita yang
diperdengarkan kepada anak-anak. Dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar
serta didukung dengan gaya bahasa yang menarik, maka sudah pasti anak-anak
tidak akan bosan untuk mendengarnya.
Selain unsur keindahan, sastra juga
memiliki wawasan tentang pengenalan kebudayaan yang belum diketahui sebelumnya
oleh anak. Kita pasti meyakini bahkan terbukti bahwa manusia yang hidup di
seluruh belahan bumi ini memiliki kebudayaan yang berbeda-beda dan semuanya
akan terasa indah pebedaan tersebut tetap menyatu dan saling menghargai antara
satu budaya dengan budaya yang lainnya.
Begitu juga dengan sastra,
unsur-unsur kebudayaan yang disajikan dalam sastra juga dapat menambah
pengetahuan anak dan kesadaran untuk saling menghargai tentang perbedaan-perbedaan
tersebut, baik itu agama, ras, suku, bangsa, dan kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukan oleh tokoh cerita. Menurut Norton & Norton (dalam Nurgiyantoro, 2010:46)
mengatakan bahwa aktivitas pembaca buku sastra komparatif merupakan cara dan
sumber penting pembelajaran wawasan multicultural karena ia akan memberanikan
anak untuk mengidentifikasi dan mengapresiasi kemiripan dan perbedaan listas
budaya.
e. Penanaman Kebiasaan Membaca
Sebagian orang merasakan bahwa
kegiatan membaca merupakan aktifitas yang membosankan dan tidak menyenangkan,
namun sebagian orang lainnya tentu akan memiliki penilaian yang berbeda. Akan tetapi,
perlu diketahui bahwa Nabi Muhammad Saw ketika menerima wahyu pertama dari
malaikat Jibril sudah mewajibkan beliau untuk membaca, bukan hanya Al-quraan
saja dan masih banyak lagi hal-hal yang perlu dibaca di atas dunia ini,
sehingga sudah selayaknya bahwa membaca merupakan jendela untuk melihat dunia
dan segala isinya.
Aktifitas membaca memang harus
memerlukan waktu khusus dan butuh konsentrasi penuh untuk menghayatinya. Sebagai
orang tua yang selalu setia membimbing anaknya untuk rajin membaca tentu orang
tua harus terlebih dahulu untuk melakukannya dan baru menanamkannya pada diri
anak. Kita bisa memberikan motivasi terhadap anak untuk rajin membaca bahkan
bila perlu dengan memberikannya penghargaan tentang topik yang sudah selesai
mereka baca, akan tetapi topik yang dipilih harus dipilih dengan baik dan hal
ini kembali lagi ke permasalahan tentang partisipasi para orang tua dalam
membimbing anak-anaknya.
Sumber:
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Sastra Anak. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Comments
Post a Comment